Selasa, 10 Mei 2011

Sewa Rumah dengan Dinar dan Dirham

Sumber: Wakala At Tawazun

Marsono Abdurrasyid - Wakala At Tawazun
Pada mulanya, Bu Wulan tidak yakin dengan kedua koin tersebut. Tetapi begitu dia memegang koin-koin tersebut, terasa lebih mudah baginya untuk memahami dinar dirham.


Koin-koin yang terbungkus dalam plastik transparan itu diambil satu persatu dengan pelan oleh Bu Wulan. Enam orang rekan Bu Wulan yang berada di sekelilingnya ikut mengarahkan pandangan pada koin-koin berbungkus plastik itu. Tampak enam koin berwarna kuning yang terdiri dari kombinasi koin dinar dan koin nisfu dinar. Sedangkan empat koin yang berwarna putih perak adalah koin perak murni yang terdiri dari kombinasi koin dirhamayn, dirham dan nisfu dirham.

Siang itu, 14 April 2011, di ruangan kerjanya di Jakarta Selatan, dengan disaksikan rekan-rekan satu ruangannya, Bu Wulan menerima koin dinar emas dan dirham perak sejumlah 5,5 dinar dan 4,5 dirham. Momen itu adalah saat pertama kali baginya memegang dinar emas dan dirham perak. Demikian juga bagi sebagian besar rekan Bu Wulan di ruangan tersebut. Kedua jenis koin yang disebut sebagai nuqud yang sempat menghilang dalam sejarah peradaban Islam kini mulai dikenal kembali oleh banyak kalangan, dan kini berada di tangan Bu Wulan.

Koin-koin yang diterima Bu Wulan merupakan pembayaran dari penulis atas pemanfaatan rumah milik Bu Wulan yang berlokasi di Sleman, Yogyakarta. Setahun lalu, penulis masih membayar sewa rumah tersebut menggunakan rupiah. Sedangkan pada tahun kedua ini, Bu Wulan sudah bersedia menerima dinar emas dan dirham perak sebagai pengganti jasa sewa rumahnya.

Pada mulanya, Bu Wulan merasa tidak yakin dengan kedua koin tersebut, apalagi dengan nominasi yang tidak dikenal sebelumnya yang cukup membingungkan dirinya. Akan tetapi begitu dia memegang sendiri koin-koin tersebut, terasa lebih mudah baginya untuk memahami dan mengenal koin dinar dirham dari Wakala Induk Nusantara tersebut. Penjelasan singkat mengenai dinar dirham ditambah dengan fakta bahwa daya beli uang kertas dari tahun ke tahun selalu menurun digerogoti inflasi membuat Bu Wulan, dengan izin suaminya, menerima kedua koin tersebut sebagai pembayaran. Selain itu, dengan menerima pembayaran dalam bentuk dinar dan dirham, Bu Wulan menyadari bahwa itu adalah bagian dari pengamalan kembali pada sunnah dan muamalah yang adil.

Koin-koin yang diterima Bu Wulan adalah karena akad sewa rumah, yang berarti telah dihasilkan jasa sehingga pantas dihargai dengan asset yang setara, bukan dengan uang kertas yang nilainya terus menyusut. Penukaran jasa dengan dinar dirham merupakan salah satu cara agar dinar dirham berputar dan berpindah tangan di masyarakat luas selain melalui perniagaan barang/produk dagangan. Selain itu, dinar dirham berputar melalui zakat, wakaf, infak,sodaqoh, hadiah dan sebagainya. Baru setelah itu, alternatif terakhir untuk mendapatkan dinar dirham adalah dengan menukarkan uang kertas ke dinar dirham.

Semoga dinar dirham bisa cepat beredar ke masyarakat dan berputar/berpindah dari tangan ke tangan sehingga meningkatkan ketahanan ekonomi umat. Selain itu, dinar dirham yang beredar tersebut secara bertahap akan memusnahkan riba yang merusak karena pemakaian fiat money.

Perampok Bangsa Bangsa

Penulis: Prof Ahamed Kameel Mydin Meera, Mizan, 2010

Apakah ciri-ciri kolonialisme? Pada dasarnya, para penjajah (colonialist) merupakan penguasa negara-negara yang mereka jajah. Mereka menyusun undang-undang, kaidah-kaidah, peraturan-peraturan, dan kebijakan-kebijakan. Mereka menentukan penggunaan sumber daya nasional, kebijakan pendidikan, struktur sosial, dan bahkan kebudayaan.

Kolonialisme bukan hal baru, beberapa negara berkembang termasuk Malaysia (dan Indonesia tentunya) telah melewati masa-masa sulit tersebut sebelumnya. Negara-negara ini tidak suka dijajah dan oleh karenanya berjuang untuk mendapatkan kembali kedaulatan dan kemerdekaan. Akan tetapi, sepeninggal para penjajah tersebut, mereka mewariskan sistem pendidikan yang secara efektif memisahkan agama dan ilmu pengetahuan (sekulat) dan sistem keuangan yang berupa fiat money (uang hampa) berbasis bunga.

Di negara Malaysia, jauh sebelum masa penjajahan, pemerintah negara bagian utara semenanjung yang bersejarah membayar ufti (perhiasan bunga yang terbuat dari emas) kepada kerajaan siam sebagai “uang perlindungan”. Kerajaan siam tidak ikut campur dengan putusan dan kebijakan-kebijakan orang lokal. Mereka hanya mengambil “hadiah” emas.

Tujuan kami dalam menyoroti hal ini bahwa liberalisasi keuangan yang telah digawangi oleh Barat atas nama globalisasi pada berikutnya akan menjadi alat bagi mereka untuk menjajah kembali negara-negara berkembang. Untuk memahami hal ini, seseorang perlu memahami bagaimana sistem fiat money berbasis bunga bekerja. Jika globalisasi berhasil membawa masuk bank-bank asing untuk beroperasi di sebuah negara, maka tinggal menunggu waktu sebelum kekayaan dan kedaulatan negara tersebut jatuh ke tangan lembaga-lembaga keuangan internasional.

Dengan hilangnya kedaulatan, negara-negara berkembang akan kembali pada hari-hari saat mereka dijajah dulu, tapi kali ini para penjajah akan lebih kuat daripada sebelumnya. Setiap penduduk akan menjelma menjadi “budak”. Suku bunga akan menentukan tingkat pembayaran ufti (upeti). Yang demikian membuat ufti menjadi besar karena walaupun dengan 5 persen suku bunga yang relatif kecil masih merepresentasikan ekonomi riil dalam jumlah besar (karena uang diperkenalkan kedalam ekonomi sebagai pinjaman). Negara-negara berkembang tersebut tidak hanya akan membayar ufti, tetapi keputusan-keputusan vital akan dibuat oleh para penjajah termasuk undang-undang negara, sistem pendidikan, dan bahkan kebudayaan negara-negara tersebut. Para penjajah pada masa lalu hanya mendapatkan kekuatan tersebut setelah mengalami beberapa konfrontasi yang serius, seperti perjuangan, peperangan dan lain-lain. Bagaimanapun, sistem keuangan sekarang menjadi alat atau cara yang mudah dan lebih tepat untuk para penjajah.

Liberalisasi keuangan yang akan datang akan secara efektif mentransfer kekuatan seperti yang dimiliki kaum penjajah kepada lembaga-lembaga keuangan secara “damai”. Masyarakat akan menjelma menjadi “budak” yang harus memberikan beberapa porsi penghasilan kepada para penjajah tersebut dan mengikuti perintah dari mereka berdasarkan undang-undang, pendidikan dll. Oleh karena itu, liberalisasi keuangan dalam kerangka fiat money adalah sebuah alat atau cara untuk penjajahan global. Tidak ada praktik sebelumnya yang sama dengan sistem tersebut.

Jika kolonialisme adalah sesuatu yang baik, contohnya, jika penjajah tersebut memberikan masyarakat standar kehidupan yang lebih baik dalam pengertian kekayaan, pendidikan, kesehatan, dll. Ditambah kebebasan untuk mempraktikan agama, dll, mungkin akan diterima oleh masyarakat. Bagaimanapun, apa yang kita lihat adalah pemaksaan dan pembebanan kebudayaan sekuler barat kepada masyarakat. Agama dan kebudayaan masyarakat malah menderita di bawah pengaruhnya. Kekosongan spiritual memungkinkan peran peraturan-peraturan agama seperti syariah berkurang hanya sebagai sebuah sejarah. Pada dasarnya, kehidupan akan ditransformasikan kepada kehidupan materialistis dengan secara berkala ufti dibayarkan kepada para penjajah.

Jika, pada masa lalu, kekuatan tersebut didapatkan melalui perjuangan dan peperangan, dengan analogi, liberalisasi merupakan perang itu sendiri. Dinar emas (dan tentu saja juga dirham perak, red) mematahkan alat yang paling fundamental itu untuk penjajahan, yaitu fiat money. Secara signifikan dinar emas mengurangi kepercayaan dan ketergantungan terhadap cadangan mata uang asing untuk perdagangan. Emas (dan perak, red) menempatkan kekuatan melawan terhadap kolonialisasi ekonomi. Oleh karenanya, sangat memungkinkan kalau negara-negara berkembang bersatu dalam memperjuangkan dinar dirham dan memetik semua manfaat mata uang umum global yang memiliki nilai instrinsik. Uang emas dan mekanisme penyelesaian perdagangan dengan menggunakan emas dan perak merupakan alat atau cara untuk mencegah penjajahan ekonomi gaya baru.

Buku: TIDAK SYAR'INYA BANK SYARIAH di Indonesia dan Jalan Keluarnya Menuju Muamalat

Oleh: Zaim Saidi

"Bank Islam" merupakan "Kuda Troya" yang disusupkan oleh para musuh Islam ke dalam Dar al-Islam.

-Prof Umar Ibrahim Vadillo-
Pemimpin Gerakan Murabitun Internasional - lembaga yang mengharamkan uang kertas

"Buku ini menguraikan secara terinci manipulasi syariah yang dilakukan oleh para pengusung bank syariah di Indonesia. Melalui manipulasi syariah itu, para pengusung bank syariah di Indonesia tidak menyadari bahwa mereka sedang menyeret umat Islam ke dalam jebakan neokolonialisme. Setiap umat Islam yang mewaspadai bahaya neokolonialisme wajib membaca buku ini."

-Revrisond Baswir-
Tim ahli pusat studi ekonomi kerakyatan UGM

"Bank syariah itu solusi, bukan alternatif. Saya pribadi merasa tidak puas karena sistem perbankan syariah masih ditempatkan dalam konteks alternatif sehingga dipersilakan untuk mengikuti mekanisme pasar."

-A. Riawan Amin-
Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Abisindo) dalam rubrik wawancara, Republika, 18 Oktober 2009

"Bank syariah saat ini sama saja dengan bank lainnya."

-Taufik Ridwan-
Direktur Dini Media Pro (Advertising, Publishing, Event Organizer)

DAFTAR ISI
Prolog
Bab 1. Mukadimah
Bab 2. Mengenali Perbankan Syariahan Cara Kerja
Bab 3. Aneka Ragam Produk Perbankan Syariah
Bab 4. Memahami Riba dengan Benar
Bab 5. Keblingernya Perbankan Syariah
Bab 6. Jalan Keluar: Kembali ke Muamalat
Epilog: Udang di Balik "Bank Islam" oleh Prof. Umar Ibrahim Vadillo

Buku: KEMBALI KE DINAR, Tinggalkan Riba Tegakkan Muamalah

Oleh: Zaim Saidi

Buku ini merupakan edisi revisi dari Muslihat Uang Kertas, Bagian Pertama dari buku Lawan Dolar dengan Dinar. Di dalamnya terdapat banyak perbaikan di berbagai tempat, oleh penulisnya sendiri. Selain itu ditambah dengan mukadimah yang mengulas pembahasan sesungguhnya soal riba, yang selama ini dipahami hanyalah sebagai bunga uang. Di sisi pembaca akan mendapatkan wawasan baru, pemahaman sejati atas riba ini. Bagian mukadimah ini ditulis oleh Umar Ibrahim Vadillo, pelopor dan penggerak pemakaian dinar emas.

Buku ini diterbitkan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan penggunaan dinar emas dan dirham perak di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Diharapkan penggunaan dinar emas dan dirham perak kini segera terwujud sebagai bagian menegakkan muamalah. Kepada para pendukung penerbitan buku ini, kami mengucapkan terima kasih.

Harga: Rp 12.000,-

Pemesanan: Silakan kontak Toko Buku Pilihan. Untuk daerah Bandung, harga sudah termasuk ongkos kirim (diantar langsung atau via pos). Untuk daerah luar Bandung, ongkos kirim mengikuti biaya Pos atau Titipan Kilat tergantung permintaan.

Catatan: Karena harga buku kurang dari 1/2 dirham, harga menggunakan mata uang Rupiah.

Sabtu, 07 Mei 2011

Buku: GOLD DINAR. Sistem Moneter Global yang Stabil dan Berkeadilan

Penulis : M. Lutfi Hamidi, MA
Harga : 0,5 dirham, sudah termasuk ongkos kirim

Akhir tahun 2005, nilai defisit perdagangan AS mencapai 724 miliar dolar AS. Setiap jamnya nilai defisit perdagangan AS mencapai 82,4 juta dolar ! Status AS pun bergeser dari pemberi utang menjadi pengutang terbesar. Lalu dari mana AS mendanai defisitnya? Membiayai mesin perangnya?


Inilah ironi terbesar abad ini. Sebuah negara yang secara akuntansi kolaps, tapi karena uang kertasnya digunakan oleh 60 persen penduduk bumi, mereka mendapatkan free lunch. The FED (Bank Sentral Amerika, pen) terus mencetak dolar. Sementara dunia ketiga membayar inflasi yang ditimbulkannya dengan menyerahkan kopi, emas, tuna, kayu hutan, dan kekayaan alam lainnya. Sebuah konstruksi eksplotatif sistem moneter yang pelan tapi pasti membawa dunia kearah disekuilibrium: kehancuran ekonomi.

Sistem Alternatif yang lebih stabil, adil dan berkelanjutan menjadi niscaya. Banalisasi emas sebagai alat transaksi oleh konspirasi internasional harus dihentikan. Emas semestinya dikembalikan keposisi terhormat sebagai mata uang dunia. Banyak yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis menyangkut eksistensi emas: Benarkah emas mengawal sistem moneter internasional yang lebih stabil? Apakah mata uang emas meningkatkan volume perdagangan dan membuka insentif ekonomi yang lebih luas? Bila betul, seberapa besar? Apakah negara-negara pendukungnya mempunyai cadangan emas yang cukup? Buku ini hadir untuk menjawab keraguan itu.